Menyibak
Kontroversi Zakat Profesi
Zakat merupakan ibadah yang sangat
memiliki fungsi dan peranan strategis. Di samping zakat merupakan bentuk taqorrub
(pendekatan diri) kepada Allah, ia juga merupakan sarana penting untuk
membersihkan jiwa manusia dari noda-noda hati dan sifat-sifat tercela seperti
kikir, rakus dan egois. Sebagaimana zakat juga dapat memberikan solusi untuk
menanggulangi problematika krisis ekonomi yang menimpa umat manusia.
Pada zaman kita sekarang, telah
muncul berbagai jenis profesi baru yang sangat potensial dalam menghasilkan
kekayaan dalam jumlah besar. Masalahnya, bagaimana hukum fiqih Islam tentang
zakat profesi yang dikenal oleh sebagian kalangan sekarang ini? Apakah itu
termasuk suatu bagian dari zakat dalam Islam? Ataukah itu adalah suatu hal yang
baru dalam agama? Inilah yang akan menjadi bahasan utama kita pada kesempatan
kali ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
DEFENISI ZAKAT PROFESI
Zakat Profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Profesi
tersebut ada dua macam:
- Profesi yang dihasilkan sendiri seperti dokter, insinyur, artis, penjahit dan lain sebagainya.
- Profesi yang dihasilkan dengan berkaitan pada orang lain dengan memperoleh gaji seperti pegawai negeri[1] atau swasta, pekerja perusahaan dan sejenisnya.
ISTILAH ZAKAT PROFESI
Zakat Profesi adalah istilah zakat
yang baru pada abad sekarang. Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang
yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu
haul (berputar selama setahun), bahkan pada sebagian kalangan malah tanpa
menunggu nishob dan haul!!!
Mereka menganalogikan dengan zakat
pertanian. Zakat pertanian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping
mereka menganalogikan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang
dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya
hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nishob, tidak diambil zakatnya.
ZAKAT HARTA YANG SYAR’I
Kaidah umum syar’i sejak dahulu
menurut kesepakatan para ‘ulama berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah wajibnya zakat harta harus memenuhi dua kriteria,
yaitu:
1. Batas minimal nishab.
Bila tidak mencapai batas minimal
nishab maka tidak wajib zakat. Hal ini berdasarkan dalil berikut:
عَنْ
عَلِيٍّ رضي الله
عنه
قَالَ:
قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله
عليه
وسلم
إِذَا
كَانَتْ لَكَ
مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ. فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ, وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ
حَتَّى
يَكُونَ لَكَ
عِشْرُونَ دِينَارًا, وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ, فَفِيهَا نِصْفُ
دِينَارٍ, فَمَا
زَادَ
فَبِحِسَابِ ذَلِكَ,
وَلَيْسَ فِي
مَالٍ
زَكَاةٌ حَتَّى
يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ
Dari Ali berkata: Rasululullah
bersabda: “Apabila kamu memiliki 200 dirham dan berlalu satu tahun maka wajib
dizakati 5 dirham (perak), dan kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga
kamu memiliki 20 dinar (emas) dan telah berlalu satu tahun maka wajib dizakati
setengah dinar, dan setiap kelebihan dari (nishob) tersebut maka zakatnya
disesuaikan dengan hitungannya.”
Catatan Penting: Nishob zakat emas adalah 20 Dinar = 85 gram emas. Dan
nishob zakat perak adalah 200 Dirham = 595 gram perak[5]. Termasuk dalam hukum
emas dan perak juga adalah mata uang karena uang pada zaman sekarang menduduki
kedudukan emas atau perak, hal ini juga beradasarkan fatwa semua ulama pada
zaman sekarang, hanya saja telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka
apakah zakat uang mengikuti nishob emas atau nishob perak atau mana yang lebih
bermanfaat bagi fakir miskin, tiga pendapat tersebut dikatakan oleh ulama kita,
hanya saja pendapat yang terakhir insya Allah lebih mendekati kebenaran.
2. Harus menjalani haul.
Bila tidak mencapai putaran satu
tahun, maka tidak wajib zakat. Hal ini berdasarkan hadits di atas:
وَلَيْسَ فِي
مَالٍ
زَكَاةٌ حَتَّى
يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ
Tidak ada kewajiban zakat di dalam
harta sehingga mengalami putaran haul.
Kecuali beberapa hal yang tidak
disyaratkan haul, seperti zakat pertanian, rikaz, keuntungan berdagang, anak
binatang ternak.
Jadi, penetapan zakat profesi tanpa
memenuhi dua persyaratan di atas merupakan tindakan yang tidak berlandaskan
dalil dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at.
ZAKAT PROFESI BERTENTANGAN DENGAN
ZAKAT HARTA
Oleh karena itu ditinjau dari dalil
yang syar’i maka istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang pernah
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana antara
lain adalah:
1. Tidak Ada Haul
Menurut para penyeru zakat ini,
zakat profesi tidak membutuhkan haul yaitu bahwa zakat itu dikeluarkan apabila
harta telah berlalu kita miliki selama 1 tahun. Mereka melemahkan semua hadits
tentang haul[8], padahal hadits-hadits itu memiliki beberapa jalan dan penguat
sehingga bisa dijadikan hujjah, apalagi didukung oleh atasr-atsar sahabat yang
banyak sekali.[9] Kalau hadits-hadits tersebut kita tolak, maka
konsekuensinya cukup berat, kita akan mengatakan bahwa semua zakat tidak perlu
harus haul terlebih dahulu, padahal persyaratan haul merupakan suatu hal yang
disepakati oleh para ulama dan orang yang menyelisihinya dianggap ganjil
pendapatnya oleh mereka.
2. Qiyas Zakat Pertanian?
Dari penolakan haul ini, maka mereka
mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan pada saat setelah panen.
Hal ini bila kita cermati ternyata banyak kejanggalan-kejanggalan sebagai
berikut:
a. Hasil pertanian baru dipanen
setelah berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga semestinya dipungut
dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan!
b. Zakat hasil pertanian adalah
seper sepuluh hasil panen bila pengairannya tidak membutuhkan biaya dan seper
dua puluh bila pengairannya membutuhkan biaya. Maka seharusnya zakat profesi
juga harus demikian, tidak dipungut 2,5 % agar qiyas ini lurus dan tidak aneh.
c. Gaji itu berwujud uang, sehingga
akan lebih mendekati kebenaran bila dihukumi dengan zakat emas dan perak,
karena kedua-duanya merupakan alat jual beli barang.
MEMBANTAH ARGUMENTASI PENYERU ZAKAT
PROFESI
Para penyeru zakat profesi
membawakan beberapa argumen untuk menguatkan adanya zakat profesi, namun
sayangnya argumen mereka tidak kuat. Keterangannya sebagai berikut:
1. Dalil Logika
Mereka mengatakan: Kalau petani saja
diwajibkan mengeluarkan zakatnya, maka para dokter, eksekutif, karyawan lebih
utama untuk mengeluarkan zakat karena kerjanya lebih ringan dan gajinya hanya
dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab.[11]
Jawaban:
Alasan ini tidak benar karena
beberapa sebab:
a. Dalam masalah ibadah, kita harus
mengikuti dalil yang jelas dan shahih. Dengan demikian maka tidak perlu
dibantah dengan argumen tersebut karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari
hukum-hukum-Nya.
b. Gaji bukanlah suatu hal yang baru
ada pada zaman sekarang, namun sudah ada sejak zaman Nabi, para sahabat, dan
ulama-ulama dahulu. Namun tidak pernah didengar dari mereka kewajiban zakat
profesi seperti yang dipahami oleh orang-orang sekarang!!
c. Dalam zakat profesi terdapat
unsur kezhaliman terhadap pemiliki gaji, karena sekalipun gajinya mencapai
nishob namun kebutuhan orang itu berbeda-beda tempat dan waktunya. Selain itu
juga, kita tidak mengetahui masa yang akan datang kalau dia dipecat, atau
rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa pertanyaannya hanya
petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja profesi tidak bayar
zakat? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar zakat, dengan ketentuan dan
syarat yang berlaku.
2. Dalil Atsar
Mereka mengemukakan beberapa atsar
dari Mu’awiyah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Umar bin Abdul Aziz dan lain
sebagainya tentang harta mustafad.
Jawaban:
Pemahaman ini perlu ditinjau ulang
lagi karena beberapa alasan berikut:
a. Atsar- atsar tersebut dibawa
kepada harta yang diperkirakan sudah mencapai 1 haul. Yakni pegawai yang sudah
bekerja (paling tidak) lebih dari 1 tahun. Lalu agar mempermudah urusan
zakatnya, maka dipotonglah gajinya. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah
mencapai nishob dan melampui putaran satu tahun (haul) dari gaji pegawai
tersebut.
b. Terdapat beberapa atsar dari
beberapa sahabat tersebut yang menegaskan disyaratkannya haul dalam harta
mustafad seperti gaji.
c. Para ulama sepanjang zaman di
manapun berada telah bersepakat tentang disyaratkannya haul dalam zakat harta,
peternakan, perdagangan. Hal itu telah menyebar sejak para khulafa’ rasyidin
tanpa ada pengingkaran dari seorang alimpun, sehingga Imam abu Ubaid menegaskan
bahwa pendapat yang mengatakan tanpa haul adalah pendapat yang keluar dari
ucapan para imam. Ibnu Abdil Barr berkata: “Perselisihan dalam hal itu
adalah ganjil, tidak ada seorang ulama-pun yang berpendapat seperti itu.”
ZAKAT GAJI
Gaji berupa uang merupakan harta,
sehingga gaji masuk dalam kategori zakat harta, yang apabila telah memenuhi
persyaratannya yaitu:
- Mencapai nishob baik gaji murni atau dengan gabungan harta lainnya.
- Mencapai haul.
Apabila telah terpenuhi
syarat-syarat di atas maka gaji wajib dizakati. Adapun bila gaji kurang dari
nishob atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka
tidak wajib dizakati. Demikianlah keterangan para ulama kita.
Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984
H di Kuwait, masalah zakat profesi telah dibahas pada saat itu, lalu para
peserta membuat kesimpulan: “Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat
potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji
pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya. Profesi jenis ini menurut
mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun
digabungkan dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul
lalu mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishob. Adapun gaji yang
diterima di tengah-tengah haul (setelah nishob) maka dizakati di akhir haul
sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum
nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishob lalu wajib
mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah
2,5% setiap tahun.”
Demikianlah beberapa catatan yang
dapat kami sampaikan seputar zakat profesi. Semoga keterangan ini membawa
manfaat bagi kita semua. Kritik dan saran pembaca sangat bermanfaat bagi kami.
***
Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf
bin Mukhtar As-Sidawi
Dipublikasi ulang dari majalah Al Furqon, Gresik
Dipublikasi ulang dari majalah Al Furqon, Gresik
DAFTAR REFERENSI:
- Catatan atas Zakat Profesi. Makalah yang ditulis oleh Abu Faizah sebagaimana dalam courtesy of abifaizah (at) yahoo.com
- Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat Al-Mu’ashirhoh karya Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqor, Dr. Muhammad Nu’aim Yasin dkk, cet Dar Nafais, Yordania
- Nawazil Zakat, karya Dr. Abdullah bin Manshur al-Ghufaili, Dar Maiman, KSA, cet pertama 1429 H
- Fiqih Zakat, karya Dr. Yusuf al-Qorodhowi, Muassasah ar-Risalah, Bairut , cet ketujuh 1423 H
- Fiqhu Dalil Syarh Tashil, karya Abdullah bin Shalih al-Fauzan, Maktabah Ar-Rusyd, KSA, cet kedua 1429 H
FOOTNOTE:
[1] Faedah: Gaji pegawai adalah
halal, berdasarkan argumen-argumen yang banyak, sebagaimana dipaparkan oleh
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam Al-Ajwibah As-Sa’diyyah ‘anil
Masail Kuwaitiyyah hlm. 163-164 dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
sebagaimana dalam kaset “Liqo’at Abi Ishaq al-Huwaini Ma’a al-Albani” no.
7/side B. Maka barangsiapa yang mengatakan gaji pegawai adalah haram, maka
hendaknya mendatangkan dalil!!
[2] Fiqih Zakat 1/545 oleh
Dr. Yusuf al-Qorodhowi.
[3] Lihat Al-Ijma’ hlm. 51-54
oleh Imam Ibnul Mundzir dan al-Iqna’ fii Masail Ijma’ 1/263-264 oleh
Imam Ibnul Qothon.
[4] HR. Abu Dawud 1573. Imam Nawawi
berkata: “Hadits shohih atau hasan” sebagaimana dalam Nashbu Royah
2/328. Hadits ini juga diriwayatkan dari banyak sahabat seperti Ibnu Umar,
Aisyah, Anas bin Malik, Lihat keterangannya secara panjang dalam Irwaul
Gholil no. 787 oleh al-Albani.
[5] Demikian menurut penghitungan
Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarh Mumti’ 6/104 dan Majalis Romadhan
hlm. 77. Adapun menurut Syaikh Ibnu Baz dkk bahwa 20 dinar = 92 gram emas dan
200 Dirham = 644 gram perak sebagaimana dalam Fatawa-nya 14/80-83 dan Az-Zakat
fil Islam hlm. 202 oleh Dr. Sa’id al-Qohthoni. Dan menurut perhitungan
Syaikh Ath-Thoyyar dalam Az-Zakat hlm. 91 dan Syaikh Abdullah al-Fauzan
dalam Fiqhu Dalil 2/397-398 bahwa 20 dinar = 70 gram emas dan 200
dirham = 460 gram perak. Wallahu a’lam.
[6] Lihat Fatawa Lajnah Daimah
9/257, Majallah Majma’ Fiqih Islami 8/335, Nawazil Zakat hlm.
157-160 oleh Dr. Abdullah bin Manshur al-Ghufaili.
[7] Lihat Az-Zakat fil Islam
hlm. 73-75 oleh Dr. Sa’id al-Qohthoni.
[8] Lihat Fiqih Zakat
1/550-556 oleh Dr. Yusuf al-Qorodhawi.
[9] Lihat Irwaul Gholil
3/254-258/no.787 oleh Syaikh al-Albani, Nailul Author 4/200 oleh
asy-Syaukani, Nashbur Royah 2/328 oleh az-Zaila’i.
[10] Lihat Bidayatul Mujtahid
1/278 oleh Ibnu Rusyd, Al-Amwal hlm. 566 oleh Abu ‘Ubaid.
[11] Lihat Al-Islam wal Audho’
Iqtishodiyyah hlm. 166-167 oleh Syaikh Muhammad al-Ghozali dan Fiqih
Zakat 1/570 oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi.
[12] Lihat Fiqih Zakat
1/557-562 oleh Dr. Yusuf al-Qorodhowi.
[13] Penulis banyak mengambil
manfaat dari Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat Al-Mu’ashiroh 1/280.
[14] Lihat Al-Muntaqo 2/95
oleh al-Baji.
[15] Lihat Al-Amwal hlm.
564-569 oleh Abu ‘Ubaid.
[16] Al-Amwal hlm. 566.
[17] Al-Mughni wa Syarh Kabir
2/458, 497.
[18] Lihat Majmu Fatawa Syaikh
Ibnu Baz 14/134 dan Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin 18/178, Fatawa
Lajnah Daimah 9/281.
[19] Abhats wa A’mal Mu’tamar
Zakat Awal hlm. 442-443, dari Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat
al-Mua’shiroh 1/283-284.
Sumber:
Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia.com
Di tunggu comment construtifnya .........trim"s
BalasHapus